Catatan Lokakarya Pelatihan Jurnalistik: Untungnya, Paulus Menulis!

Tidak ada yang abadi di dunia ini, demikian yang biasa kita dengar tentang dunia ini dan segala kesementaraannya.

Berbeda dengan itu, ilmu pengetahuan menganggap keabadian bisa diraih walaupun bukan sebenar-benarnya abadi dalam arti kata ‘tidak fana’. Jauh sebelum zaman teknologi rekam-merekam dan konsep “jejak digital” lahir, manusia mengumpulkan cara-cara meraih keabadian dalam bentuk tulisan. Ya, benar, tulisan. Musa menulis, Daud menulis, Salomo, Yakobus hingga Yohanes juga menulis.

Menyikapi pentingnya menulis sebagai salah satu cara mengabadikan peristiwa dalam bentuk karya, pada tanggal 19-21 September 2023, Pusat Penerjemahan Alkitab Yayasan GMIM Ds. A. Z. R. Wenas, sebuah yayasan pelayanan kristen yang berfokus kepada Penerjemahan Alkitab, mengadakan serangkaian kegiatan yang berupa pelatihan jurnalis. Kegiatan yang dilaksanakan di sebuah villa di Tomohon, Sulawesi Utara ini mengangkat pentingnya menulis sebagai bagian dari mega proyek Ilahi memberitakan kabar baik kepada umat manusia. Tentu saja, kabar baik seyogyanya disampaikan dengan cara yang baik.

“Bagaimana seandainya Paulus tidak menulis?”

Kegiatan ini diawali dengan sebuah pertanyaan tersirat yang sangat mengusik rasa lelah setelah perjalanan belasan jam kami menuju lokasi kegiatan. Sebagai umat kristiani kita tentu tahu bahwa Paulus memegang andil yang sangat besar untuk seluruh tulisan dalam Perjanjian Baru. Meskipun tidak serta-merta mengatakan bahwa Paulus adalah penulis satu-satunya, tetap saja tidak menampik fakta Alkitab bahwa Paulus adalah penulis 14 kitab pada Perjanjian Baru. Beberapa bagian dari Perjanjian baru seperti Injil Lukas dan Kisah Para Rasul ditulis oleh seorang tabib yang kita kenal sesuai dengan nama kitabnya, Lukas.

Siapa yang harus menulis?

Jika pada jaman dulu tidak banyak sarana untuk menulis. Terlebih lagi, tidak semua orang bebas menulis, atau setidaknya, tidak semua orang bebas mempublikasikan hasil tulisannya, itu membuat kita sekarang berada di zaman yang sangat beruntung. Kita semua bisa menulis, semua orang bebas menulis. Semua orang berhak membagikan informasi dan pengetahuan, atau dengan kata lain mengabadikan semua itu dalam bentuk tulisan.

Rangkaian kegiatan yang berlangsung selama tiga hari tersebut boleh dikatakan sarat akan ilmu untuk orang-orang yang rindu menulis seperti kami. Meskipun bukan hal mudah dan murah untuk mengumpulkan peserta-peserta yang jauh dari berbagai pulau di nusantara, semua itu terbayar lunas oleh setiap ilmu yang diterima.

Apa yang harus ditulis?

Jawaban terbaik tentu saja adalah kabar baik. Sebagai pelayan Tuhan dalam mega proyek Allah, peserta dituntut untuk menjadi jurnalis yang memberitakan kabar baik. Meskipun dalam lokakarya ini peserta juga dikenalkan dengan beragam jenis tulisan, mulai dari berita, feature, hingga reportase. Kesemuanya itu tidak akan bisa dilepaskan dari prinsip ‘kabar baik’ sebagai pembeda media-media kristiani dari media-media mainstream.

Bagaimana sebaiknya menulis?

Bagian terakhir ini adalah parafrase dari kalimat ketiga paragraf kedua. Sebuah tulisan yang baik tidak hanya soal pemilihan kata dan materi yang baik, tetapi juga komitmen untuk menulis sesuatu yang nyata dan bisa dipercaya. Peserta diajar untuk menulis berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak mengada-ada untuk keuntungan pribadi atau kelompok, apalagi sampai menerima bayaran untuk melakukan itu semua. Ini adalah bagian dari Kode Etik Jurnalistik yang tidak boleh diabaikan.

Selain dari itu, sangat ditekankan untuk memperhatikan penggunaan tata bahasa yang sesuai dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Hal ini erat kaitannya dengan dengan kenyamanan pembaca yang cenderung “Judge a book by it’s cover”. Sebuah tulisan yang memberi kesan awal yang asal-asalan dan tidak dilengkapi dengan tata bahasa yang baik akan membuat pembaca cenderung malas untuk meneruskan membaca. Tak pelak, hal-hal seperti ini justru menjadikan kabar baik yang kita sampaikan gagal singgah dan menetap di hati pembaca.

Tulisan Paulus adalah tulisan yang menyelamatkan. Menjadi jalan kita mengenal kebenaran. Selanjutnya, tentu saja harapan kita bersama adalah agar kita semua yang kemudian menjadi pemegang tongkat estafet dari tangan Paulus, melanjutkan tulisan-tulisan yang mengabadikan karya ilahi dan hakikat kehidupan. /wira

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top
%d bloggers like this: